Pengertian Gugatan Konvensi, Rekonvensi, Dan Eksepsi
A.
Gugatan Konvensi
Pengertian
dari gugatan konvensi adalah gugatan awal atau gugatan asli. istilah konvensi
baru akan dipakai apabila jika ada rekonvensi (gugatan balik tergugat kepada
penggugat).
Contohnya: ketika
penggugat awal si(X) digugat balik oleh tergugat si(Y) kemudian gugatan si(X)
disebut dengan gugatan konvensi dan gugatan balik si(Y) disebut dengan gugatan
rekonvensi
B.
Gugatan Rekonvensi
1.
Pengertian Gugatan
Rekonvensi
Bedasarkan Pasal
132 a ayat (1) HIR , hanya memberikan pengertian ringkas. Dari pasal ini dapat
kita pahami bahwa :
•
rekonvensi yaitu ialah gugatan yang diajukan oleh tergugat sebagai gugatan
balasan terhadap gugatan yang diajukan oleh penggugat kepada si tergugat.
• gugatan
rekonvensi, diajukan oleh tergugat kepada Pengadilan Negri, pada waktu
berlangsungnya proses pemeriksaan gugatan yang diajukan oleh penggugat.
Hampir
serupa dengan yang dirumuskan di dalam pasal 244 Rv, yang mengatakan bahwa,
gugatan rekonvensi ialah gugatan balik yang diajukan oleh tergugat terhadap
penggugat pada suatu proses perkara yang sedang berjalan atau sedang ditangani.
Contohnya :
siA menggugat siB untuk menyerahkan tanah yang sudah dibelinya dari siB sesuai
transaksi jual beli yang dimuat di dalam PPAT. Atas gugatan itu pada pasal 132
a ayat (1) HIR memberikan hak kepada siB mengajukan gugatan rekonvensi kepada siA,
agar siA segera melunasi pembayaran yang masih tersisa ditambah degan ganti
rugi bunga terhadap perbuatan wanprestasi(ingkar janji) yang dilakukannya.
Pada waktu
yang bersamaan :
• di
hadapan pemeriksaan sidang PN dan majelis hakim yang sama timbulah saling
gugat-menggugat antara pihak penggugat dan juga tergugat,
•
pemeriksaan kepada kedua gugatan tersebut, dilakukan dengan cara bersamaan di dalam
satu proses pemeriksaan, dan pada tahap selanjutnya putusan antara kedua
gugatan itu tidak di pisah, tetapi dituangkan di dalam satu putusan dibawah
satu 1 register sebagai satu-kesatuan yang tidak dipisah.
2.
Komposisi Para Pihak
Dihubungkan pada Gugatan Rekonvensi.
Dalam suatu
keadaan normal, komposisi para pihak di dalam gugatan dapat terdiri atas :
• Pengugat ialah
sebagai pihak yang memiliki inisiatif dalam mengajukan gugatan.
• Tergugat ialah
sebagai pihak yang ditarik dan di dudukan selaku pihak yang digugat.
• Gugatan
hanya tunggal yaitu terdiri dari gugatan yang diajukan oleh penggugat saja
• Oleh
sebab itu pada dasar dan landasan pemeriksaan suatu perkara, di sidang
pengadilan sepenuhnya bertitik tolak atas gugatan pihak penggugat tersebut.
3.
Tujuan dari Gugatan
Rekonvensi
a.
Menegakkan asas
peradilan sederhana
Bedasarkan
pasal 132 b ayat (3) HIR, gugatan konvensi maupun rekonvensi diperiksa dan
diputus degan cara serentak dan bersamaan dalam satu prosedur, dan dituangkan
pada satu putusan. Pada system yang menyatukan pemeriksaan dan putusan di dalam
satu proses sangat menyederhanakan dalam tahap penyelesaian perkara. Dengan menggunakan
system ini , penyelesaian suatu perkara yang seharusnya dilakukan dalam dua
proses yang di pisah dan berdiri sendiri, dibenarkan oleh hukum agar
diselesaikan degan cara bersama dalam satu proses saja.
Dengan
begitu, penggabungan konvensi dan juga rekonvensi , sesuai atas asas peradilan
sederhana yang bedasarkan pada pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No.14 Tahun 1970, yang diubah dengan
Undang-Undang No.35 Tahun 1999 dan pada sekarang
berdasarkan dalam pasal 4 ayat (121) Undang-Undang No.4 Tahun 2004. Seperti
halnya yang dikatakan oleh Supomo, salah satu tujuan dari rekonvensi, yaitu
untuk dapat mempermudah proses. Yang dapat di simpulkan, bertujuan untuk
menyederhanakan penyelesaian suatu perkara.
b.
Menghemat biaya maupun
waktu
1) Biaya
yang pada semestinya harus dipastikan, ditetapkan dan dianggarkan untuk
masing-masing gugatan konvensi dan rekonvensi ,atas undang-undang hanya
dibukukan agar menjadi pembayaran biaya tunggal sebagai biaya beban gugatan
konvensi tersebut.
2)
Menghemat waktu
Dalam pemeriksaan
gugatan konvensi dan juga rekonvensi dalam satu proses dan satu putusan,
sehingga proses penyelesaian kedua perkara dapat menjadi lebih cepat.
3) Menghindari
suatu putusan yang bertentangan
Kemungkinan
dalam timbulnya putusan yang saling bertentangan, yang terutama akan ada dalam suatu
kasus gugatan rekonvensi yang benar-benar saling berkaitan antara satu dengan
yang lain, dengan konvensi tersebut. Jika di dalam pemeriksaan antara keduanya
itu terpisah dalam artian berdiri sendiri besar sekali kemungkinan dalam suatu putusan
yang dijatuhkan dapat saling bertentangan. Pertentangan dapat semakin potensial
terwujud, apabila yang dalam menyelesaikan pemeriksaan ialah majelis hakim yang
berbeda-beda.
C.
Eksepsi
Pengertian Eksepsi dan
Tujuannya
Dari segi
bahasa, Exceptie (Belanda), Exception (inggris), yang pada umum berarti suatu pengecualian.
Akan tetapi
di dalam konteks hukum perdata, berarti “tangkisan” atau juga “bantahan”, bisa
juga berarti pembelaan (plea) yang diajukan pihak tergugat terhadap materi
pokok gugatan pihak penggugat. Akan tetapi, tangkisan atau bantahan yang
diajukan pada bentuk eksepsi diantaranya yaitu: Ditunjukkan untuk hal-hal yang
menyangkut suatu syarat-syarat atau formalitas dalam gugatan, yakni jika
gugatan yang diajukan mengandung pelanggaran atau cacat formil yang dapat mengakibatkan
suatu gugatan tidak sah yang oleh karenanya gugatan tersebut tidak dapat
diterima. (inadmissible).
Dengan
begitu, kebenaran yang telah diajukan di dalam bentuk eksepsi tersebut tidak
ditunjukkan dan tidak menyinggung bantahan terhadap suatu pokok perkara
(Verwees Ten Principale) , bantahan atau juga tangkisan atas materi pokok
perkara yang diajukan sebagai suatu bagian tersendiri yang mengikuti eksepsi.
Tujuan
pokok dari pengajuan eksepsi ialah agar pada pengadilan mengakhiri proses suatu
pemeiksaan itu tanpa lebih lanjut memeriksa materi pokok perkara tersebut, pengakiran
yang diajukan dalam eksepsi memiliki tujuan agar pengadilan dapat menjatuhkan
putusan yang negatif, yang di dalamnya menyatakan gugatan tidak dapat diterima (Niet
Onvant Klihk). Berdasar atas keputusan negatif itu, pemeriksaan pada perkara itu
diakhiri tanpa menyinggung dalam penyelesaian materi pokok perkara. Contohnya:
Pihak Tergugat
mengajukan eksepsi, gugatan pihak penggugat tidak jelas (Obscuur Libel).
Bilamana eksepsi itu diterima dan dibenarkan Pengadilan Negri, proses dalam penyelesaian
perkara diakhiri dengan putusan negatif yang memberikan pernyataan bahwa gugatan
tidak diterima, contohnya : dalam putusan MA No. 239k/sip/1986, menyatakan
gugatan tidak bisa diterima bedasarkan alasan tidak memenuhi suatu sayarat-syarat
formil oleh karena gugatan yang telah diajukan itu tidak berdasarkan hukum